Mentari pagi di hari kedua Ramadan menyapa Bandar Lampung dengan sinarnya yang lembut. Jam menunjukkan pukul 7:36 WIB, dan kesibukan kota mulai terasa meski bulan puasa. Di tengah hiruk pikuk itu, di sebuah rumah sederhana di kawasan Teluk Betung, Rina memeriksa kembali perlengkapan di dalam ranselnya. Hari ini, bersama tim kecilnya, ia memulai sebuah ekspedisi yang berbeda: menelusuri jejak masjid-masjid tua bersejarah di Lampung selama bulan suci Ramadan.
"Semua siap, Rina?" tanya Pak Hasan, seorang tokoh masyarakat setempat yang juga ikut dalam tim. Beliau adalah sumber pengetahuan utama mereka tentang sejarah dan budaya Lampung.
"Siap, Pak Hasan. Andi sudah memastikan semua peralatan dokumentasi berfungsi, dan Siti sudah menyiapkan bekal sahur dan buka puasa kita," jawab Rina, mengangguk mantap.
Tim ekspedisi ini terdiri dari empat orang: Rina, seorang arsitek muda yang memiliki ketertarikan mendalam pada bangunan-bangunan bersejarah; Pak Hasan, yang berperan sebagai penunjuk jalan dan narasumber utama; Andi, seorang fotografer dan videografer yang bertugas mendokumentasikan setiap langkah perjalanan; dan Siti, seorang mahasiswi sejarah yang bertanggung jawab mencatat setiap informasi dan cerita yang mereka temui.
Ekspedisi ini mereka namakan "Ekspedisi Berkah Ramadan", karena mereka percaya bahwa perjalanan ini tidak hanya akan menambah pengetahuan mereka tentang sejarah Islam di Lampung, tetapi juga akan memberikan berkah dan pengalaman spiritual yang mendalam di bulan suci ini.
Tujuan pertama mereka adalah Masjid Al-Furqon, salah satu masjid tertua di Bandar Lampung yang konon didirikan pada abad ke-19. Setelah menunaikan salat Dhuha di rumah, mereka berangkat menggunakan mobil yang dikemudikan oleh Andi. Perjalanan menuju Masjid Al-Furqon tidak terlalu jauh, namun suasana Ramadan terasa kental di sepanjang jalan. Banyak warung makan yang tutup, dan lalu lintas pun tampak sedikit lebih lengang dari biasanya.
Sesampainya di Masjid Al-Furqon, mereka disambut oleh pengurus masjid yang ramah. Bangunan masjid tampak sederhana namun kokoh, dengan arsitektur yang memadukan unsur tradisional Lampung dan pengaruh Melayu. Rina dan timnya segera mengeluarkan peralatan mereka dan mulai melakukan observasi. Andi sibuk mengambil foto dan video detail bangunan, sementara Rina membuat sketsa dan catatan arsitektur masjid. Siti mewawancarai salah satu pengurus masjid untuk mendapatkan informasi tentang sejarah dan perkembangan masjid tersebut.
Pak Hasan dengan antusias menceritakan berbagai kisah dan legenda yang berkaitan dengan Masjid Al-Furqon. Konon, masjid ini pernah menjadi tempat berkumpulnya para pejuang kemerdekaan di masa lalu. Selain itu, terdapat juga sebuah sumur tua di halaman masjid yang airnya dipercaya memiliki khasiat tertentu.
Saat waktu Zuhur tiba, mereka ikut melaksanakan salat berjamaah bersama warga sekitar. Suasana khusyuk terasa begitu mendalam di dalam masjid yang bersejarah ini. Setelah salat, mereka beristirahat sejenak di serambi masjid sambil menikmati bekal kurma dan air putih yang dibawa Siti.
"Sungguh luar biasa masjid ini. Arsitekturnya sederhana, tapi menyimpan banyak cerita," kata Rina, mengagumi detail ukiran kayu di salah satu tiang masjid.
"Benar, Rina. Setiap sudut masjid ini seolah berbisik tentang masa lalu," timpal Pak Hasan.
Andi menunjukkan beberapa foto yang berhasil ia ambil. "Cahaya pagi ini sangat mendukung untuk pengambilan gambar. Detail-detail ukirannya terlihat jelas," ujarnya puas.
Siti mencatat dengan seksama setiap informasi yang didapat dari pengurus masjid. "Ternyata masjid ini sudah beberapa kali mengalami renovasi, tapi tetap mempertahankan bentuk aslinya," katanya.
Setelah beberapa jam berada di Masjid Al-Furqon, mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke tujuan berikutnya. Hari masih pagi, dan mereka bersemangat untuk menelusuri lebih banyak lagi jejak sejarah Islam di Lampung.
"Kita akan menuju ke Masjid Jami' Al-Anwar di Teluk Betung Selatan. Masjid itu juga termasuk salah satu masjid tua yang cukup terkenal," kata Pak Hasan, memberikan arahan kepada Andi.
Perjalanan mereka baru saja dimulai. Semangat Ramadan dan rasa ingin tahu yang besar mendorong mereka untuk terus menjelajahi dan mendokumentasikan kekayaan sejarah dan budaya Islam di Bumi Sai Batin. Sesi pertama ekspedisi ini telah memberikan mereka pengalaman yang berharga dan membuka mata mereka akan pentingnya menjaga dan melestarikan warisan leluhur. Mereka berharap, perjalanan ini akan menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk lebih mencintai sejarah dan budaya bangsa, terutama di bulan suci Ramadan yang penuh berkah ini.
(Sesi 1 Berakhir)
Disclaimer :
(Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar