Mentari pagi di hari ke-15 Ramadan menyapa Bandar Lampung dengan sinarnya yang lembut. Kang Ijal, dengan senyum khasnya, sudah bersiap di tepi Sungai Way Sekampung. Sesi kelima ekspedisi Ramadan kali ini membawa mereka menyusuri denyut nadi kehidupan masyarakat yang bergantung pada sungai: "Menyusuri Sungai Kehidupan".
"Bismillah," ucap Kang Ijal seraya menaiki perahu motor sederhana yang sudah disewa. Bersamanya, seperti biasa, ada tim kecil yang setia: Farid si kameramen yang selalu sigap mengabadikan momen, Sarah yang bertugas mencatat setiap interaksi dan kisah inspiratif, dan Pak Ujang, seorang tokoh masyarakat setempat yang menjadi penunjuk jalan mereka.
Sungai Way Sekampung pagi itu tampak tenang, memantulkan hijaunya pepohonan di tepian. Perahu melaju perlahan, membelah air yang sesekali berkilauan terkena cahaya matahari. Di sepanjang sungai, tampak aktivitas warga yang sudah dimulai sejak pagi. Ada yang mencuci pakaian di tepian, anak-anak kecil yang riang bermain air, dan para nelayan yang menebarkan jala mencari rezeki.
"Lihatlah, Farid, Sarah," kata Kang Ijal sambil menunjuk ke arah seorang ibu yang sedang menimba air. "Sungai ini bukan hanya sumber air, tapi juga urat nadi kehidupan bagi mereka. Kita akan belajar banyak tentang bagaimana mereka menjalani Ramadan dengan segala keterbatasan namun tetap penuh syukur."
Perjalanan menyusuri sungai membawa mereka ke beberapa perkampungan kecil yang hanya bisa diakses melalui jalur air. Di setiap tempat yang mereka singgahi, Kang Ijal dan tim disambut dengan hangat. Mereka berinteraksi dengan warga, mendengarkan cerita-cerita tentang suka duka kehidupan di tepi sungai, dan tentu saja, bagaimana mereka menjalankan ibadah puasa.
Di salah satu desa, mereka bertemu dengan seorang kakek renta bernama Pak Salim. Meski usianya sudah senja dan kondisi fisiknya tidak lagi prima, semangatnya dalam berpuasa sangat menginspirasi. Beliau bercerita tentang bagaimana sungai menjadi saksi bisu perjalanan hidupnya, dari masa kecil hingga kini.
"Dulu, sungai ini sangat jernih. Ikan-ikan melimpah. Sekarang memang sudah banyak perubahan, tapi kami tetap bersyukur dengan apa yang ada," tutur Pak Salim dengan mata berbinar. "Ramadan bagi kami adalah waktu untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, mensyukuri nikmat yang telah diberikan, termasuk sungai yang memberikan kehidupan ini."
Kang Ijal dan tim juga berkesempatan untuk berbagi kebahagiaan dengan memberikan bingkisan Ramadan berupa bahan makanan pokok dan perlengkapan ibadah kepada beberapa keluarga yang membutuhkan di sepanjang sungai. Senyum bahagia terpancar dari wajah mereka saat menerima bantuan tersebut.
Menjelang waktu zuhur, perahu mereka merapat di sebuah dermaga kecil di dekat sebuah musala sederhana. Kang Ijal dan tim ikut melaksanakan salat zuhur berjamaah bersama warga setempat. Suasana khusyuk terasa begitu kental, apalagi di bulan Ramadan yang penuh berkah ini.
Setelah berbuka puasa sederhana bersama beberapa warga di tepi sungai, Kang Ijal merenung. Perjalanan menyusuri Sungai Way Sekampung hari ini telah membuka matanya lebih lebar tentang arti kesederhanaan dan rasa syukur. Di tengah keterbatasan, masyarakat di tepi sungai tetap mampu menjalani Ramadan dengan penuh semangat dan keikhlasan.
"Sungai ini mengajarkan kita tentang aliran kehidupan yang terus berjalan, dengan segala tantangan dan rintangannya," ujar Kang Ijal kepada timnya saat perjalanan kembali ke Bandar Lampung. "Seperti air sungai yang terus mengalir, begitu juga seharusnya semangat kita dalam beribadah dan berbuat kebaikan, terutama di bulan Ramadan ini."
Sarah dengan cepat mencatat setiap perkataan Kang Ijal. Kisah-kisah inspiratif dari sepanjang Sungai Way Sekampung akan menjadi bagian penting dari catatan ekspedisi mereka.
Ekspedisi Ramadan Kang Ijal sesi kelima ini memang tidak hanya tentang menyusuri sungai secara fisik, tetapi juga tentang menyelami lebih dalam "sungai kehidupan" masyarakat di Bumi Andalas. Jejak keberkahan Ramadan kembali ditemukan, kali ini di tengah aliran air yang memberikan kehidupan bagi banyak orang. Semangat kebersamaan, rasa syukur, dan keikhlasan dalam menjalankan ibadah puasa menjadi pelajaran berharga yang akan terus mereka bawa dalam perjalanan ekspedisi Ramadan selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar