![]() |
| Ilustrasi : Team Patroli |
Pagi di SMA Harapan Bangsa selalu diawali dengan hiruk pikuk khas remaja. Namun, pagi ini ada aura berbeda. Lapangan upacara yang biasanya lengang, kini dipadati siswa-siswi yang antusias. Spanduk besar bertuliskan "Gelar Aksi PKS & OSIS: Disiplin Cermin Masa Depan" membentang gagah di mimbar utama.
Di balik panggung, jantung Adit, ketua PKS, berdegup kencang. Seragam PKS-nya yang rapi terasa sedikit ketat di dadanya. Di sampingnya, Maya, ketua OSIS yang selalu ceria, terlihat memeriksa ulang daftar acara.
"Siap, Dit?" tanya Maya sambil tersenyum menenangkan.
Adit mengangguk, "Siap, May. Semoga latihan kita seminggu ini membuahkan hasil."
Kolaborasi PKS dan OSIS ini adalah ide brilian dari Pembina Kesiswaan, Bu Rina. Ia ingin menunjukkan kepada seluruh warga sekolah bahwa disiplin dan kreativitas bisa berjalan beriringan. PKS yang selama ini identik dengan ketegasan dan peraturan, akan tampil dalam formasi baris-berbaris yang dinamis, diselingi narasi inspiratif dari anggota OSIS.
Latihan mereka tak mudah. Anggota PKS terbiasa dengan gerakan kaku dan formal, sementara OSIS lebih fleksibel dengan ide-ide baru. Awalnya, ada sedikit gesekan. "Kak, gerakannya kok kaku banget? Nanti kurang artistik," protes Kevin dari OSIS saat PKS berlatih formasi.
"Justru biar kelihatan tegas, Vin! Ini PKS, bukan tim tari," sahut Bima, anggota PKS, tak mau kalah.
Namun, di bawah bimbingan Bu Rina dan kemampuan Adit serta Maya dalam menjembatani perbedaan, mereka mulai menemukan ritme. PKS belajar melenturkan gerakan dan menerima masukan artistik, sementara OSIS belajar menghargai ketelitian dan kekompakan baris-berbaris. Banyak sore mereka habiskan di lapangan, di bawah terik matahari atau gerimis tipis, menyatukan setiap langkah dan kata.
"Perhatian, PKS dan OSIS, bersiap!" Suara Bu Rina melalui pengeras suara menggelegar.
Adit memberi kode kepada timnya. Dengan langkah tegap dan serentak, 20 anggota PKS memasuki lapangan. Mata semua orang tertuju pada mereka. Gerakan baris-berbaris yang biasanya monoton, kini terlihat begitu hidup. Formasi mereka berubah-ubah, membentuk panah, lingkaran, dan simbol-simbol kedisiplinan, diiringi musik instrumental yang megah.
Ketika PKS berhenti dalam formasi piramida manusia, giliran anggota OSIS beraksi. Maya maju ke depan, memegang mikrofon. "Disiplin bukanlah belenggu," katanya dengan suara lantang dan penuh semangat, "tapi jembatan menuju kebebasan sejati!"
Satu per satu anggota OSIS lainnya, dengan gaya orasi mereka yang khas, mengisi jeda formasi PKS. Ada yang berbicara tentang pentingnya menjaga kebersihan, menghargai waktu, hingga menjauhi narkoba. Setiap narasi diperkuat dengan gerakan formasi PKS yang relevan, menciptakan pertunjukan yang koheren dan inspiratif.
Puncaknya, PKS membentuk formasi "S H B" (SMA Harapan Bangsa) yang besar, sementara seluruh anggota OSIS yang berada di tengah formasi mengacungkan tangan bersama, menyerukan, "Kami generasi disiplin, kami generasi harapan!"
Tepuk tangan meriah membahana di seluruh penjuru lapangan. Kepala Sekolah, guru-guru, dan seluruh siswa berdiri memberikan apresiasi. Wajah-wajah lelah anggota PKS dan OSIS terganti dengan senyum bangga. Mereka tidak hanya berhasil menampilkan sebuah pertunjukan, tetapi juga menyampaikan pesan kuat tentang pentingnya disiplin dan kolaborasi.
Adit dan Maya saling berpandangan, senyum lebar terukir di wajah mereka. Mereka tahu, gelar aksi hari ini lebih dari sekadar penampilan. Ini adalah bukti bahwa ketika perbedaan disatukan oleh tujuan bersama, harmoni dan kesuksesan pasti akan tercipta. Dan bagi seluruh siswa SMA Harapan Bangsa, hari itu adalah pengingat bahwa disiplin adalah langkah awal menuju masa depan yang gemilang.
Disclaimer :
(Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar