Bab 1: Pintu Gerbang Politik
Musim dingin telah berlalu, membawa udara segar dan aroma bunga campaka ke seluruh penjuru Akademi Agung. Krisna, kini menginjak tahun kedua, bukan lagi pemuda naif yang pertama kali menginjakkan kaki di Nagar Vidya. Kepandaiannya dalam ilmu metafisika dan mekanika, serta ketulusan hatinya, telah menjadikannya sosok yang dihormati, bahkan di antara para pengajar. Namun, di balik dinding perpustakaan kuno dan ruang kuliah yang tenang, sebuah jaringan intrik politik mulai merayap, mengancam kedamaian akademi.
Intrik ini berpusat pada pemilihan Ketua Senat Mahasiswa yang baru, sebuah posisi yang secara de-facto mengontrol alokasi dana penelitian, kurikulum studi, dan bahkan memiliki jalur komunikasi langsung dengan Dewan Penguasa Nagar Vidya.
Para kandidat utama adalah:
Dharma dari faksi "Tradisionalis," yang ingin mengembalikan fokus Akademi hanya pada ilmu-ilmu purba, menolak inovasi teknologi.
Saras dari faksi "Progresif," yang bersemangat mengintegrasikan teknologi modern, tetapi dicurigai memiliki hubungan dengan konsorsium industri luar yang ingin memonopoli paten-paten Akademi.
Para dosen senior, termasuk Guru Veda yang selama ini menjadi mentor Krisna, telah mencoba menengahi, namun mereka terpecah belah. Guru Veda memanggil Krisna.
"Krisna," ucapnya, suaranya dipenuhi kekhawatiran, "intrik ini lebih dari sekadar pemilihan. Siapa pun yang menang akan menentukan arah Nagar Vidya. Faksi luar telah menanam benih perpecahan, memanfaatkan ambisi para mahasiswa."
Krisna mendengarkan dengan saksama. "Apa peran saya, Guru?"
"Kebaikanmu, Krisna, adalah pedang paling tajam. Para kandidat ini, meskipun bermaksud baik di awal, kini termakan oleh janji dan ancaman di balik layar. Aku ingin kau masuk. Gunakan kecerdasanmu untuk mengurai janji-janji palsu dan kebaikan hatimu untuk mengingatkan mereka akan tujuan sejati Akademi: ilmu untuk kemanusiaan, bukan untuk kekuasaan."
Krisna mengangguk. Dia tahu, kali ini, dia tidak hanya berurusan dengan persamaan matematis atau eksperimen fisika. Dia akan memasuki arena yang jauh lebih berbahaya: hati manusia yang haus kekuasaan.
Bab 2: Simpul Pertama
Krisna memutuskan untuk mendekati Saras terlebih dahulu, karena faksi Progresifnya yang paling sering berinteraksi dengannya di Laboratorium Mekanika.
"Saras," sapa Krisna saat menemukannya sedang berdiskusi intens di ruang pertemuan, "bolehkah aku melihat platform kampanyemu?"
Saras, seorang mahasiswi cerdas yang dikenal karena penemuannya di bidang energi terbarukan, tersenyum tegang. "Tentu, Krisna. Kami menjanjikan dana lebih untuk penelitian, laboratorium baru, dan kolaborasi dengan dunia luar."
Krisna memindai dokumen tersebut, matanya yang tajam menangkap anomali. "Di sini tertulis bahwa, sebagai imbalan kolaborasi industri, Akademi harus memberikan hak cipta eksklusif atas 'semangat penemuan' kepada Konsorsium Padma. Apa artinya 'semangat penemuan'?"
Wajah Saras memucat. Dia tergagap, "Itu... itu hanya klausul hukum standar. Agar mereka bisa mengomersialkan penemuan kita."
"Tidak," potong Krisna dengan nada tenang namun tegas. "Ini bukan klausul standar. Ini berarti Konsorsium Padma akan memiliki hak paten atas metodologi berpikir dan ilmu dasar yang diajarkan Akademi. Dalam lima tahun, Nagar Vidya akan menjadi pabrik insinyur mereka, bukan pusat keilmuan yang independen."
Saras menutup wajahnya. "Aku... aku tidak tahu. Mereka menjanjikan beasiswa untuk adikku yang sakit, Krisna. Mereka bilang ini satu-satunya cara mendapatkan dana tanpa mencuri dari rakyat miskin!"
Simpul pertama terurai: Saras diperas, kebaikannya dieksploitasi. Krisna menyadari bahwa Konsorsium Padma telah menciptakan dilema moral yang sempurna untuk menjerat kandidat yang dermawan.
Bab 3: Jaringan Bayangan Dharma
Tugas berikutnya adalah Dharma. Berbeda dengan Saras, Dharma adalah seorang aristokrat yang dikelilingi oleh mahasiswa dari keluarga kaya, yang merasa terancam oleh laju perubahan teknologi.
Krisna menyadari faksi Tradisionalis tidak didorong oleh kepedulian terhadap ilmu purba, melainkan oleh ketakutan akan hilangnya relevansi dan kekuatan lama.
Saat menghadiri rapat tertutup faksi Dharma, Krisna mengajukan sebuah pertanyaan sederhana namun mendalam: "Jika Anda memenangkan pemilihan, apa rencana Anda untuk memperbaiki desa-desa miskin di perbatasan Nagar Vidya, yang paling membutuhkan akses ke pengobatan modern dan air bersih?"
Dharma membalas dengan angkuh, "Masalah mereka adalah karena mereka meninggalkan tradisi dan terjerumus pada teknologi yang tidak stabil. Kami akan mengajarkan mereka kesederhanaan, bukan inovasi. Itu bukan tugas Akademi."
Saat itu, seorang mahasiswa yang duduk di samping Dharma secara tidak sengaja menjatuhkan sebuah tablet digital. Sebelum sempat diambil, Krisna melihat sekilas sebuah dokumen. Dokumen itu menunjukkan bahwa faksi Dharma diam-diam telah menandatangani perjanjian dengan sebuah faksi politik di Dewan Penguasa yang ingin menjual lahan sengketa di perbatasan, termasuk lahan air. Sebagai gantinya, Dewan akan menjamin bahwa faksi Tradisionalis akan mempertahankan kekuasaan mereka di Akademi.
Simpul kedua terurai: Faksi Tradisionalis menggunakan slogan "kembali ke tradisi" untuk menutupi rencana korup mereka, yang akan mengorbankan rakyat miskin demi kepentingan politik internal. Ketakutan mereka dieksploitasi oleh kekuatan yang lebih besar.
Bab 4: Pengaruh Nagar Vidya
Krisna kini memiliki gambaran lengkap:
Konsorsium Padma memeras faksi Progresif dengan janji beasiswa palsu untuk menguasai ilmu pengetahuan (hak paten).
Dewan Penguasa memanipulasi faksi Tradisionalis dengan janji kekuasaan untuk menguasai sumber daya alam (lahan air).
Kedua kekuatan ini, meskipun tampak bertentangan, sama-sama bertujuan menjadikan Nagar Vidya sebagai alat kekuasaan, bukan sebagai mercusuar kebijaksanaan. Krisna menyadari bahwa untuk mengurai masalah ini, dia harus menggunakan pengetahuan dan kedermawanan yang ia miliki.
Langkah Pertama: Menggunakan Kebaikan Hati. Krisna diam-diam bekerja sama dengan sekelompok kecil mahasiswa yang netral untuk mengumpulkan dana dan sumber daya, memastikan adik Saras mendapatkan perawatan medis terbaik tanpa harus bergantung pada janji Konsorsium Padma. Setelah adiknya aman, Saras, yang hatinya telah dibebaskan dari pemerasan, memutuskan untuk mengundurkan diri dan mengungkapkan seluruh intrik Konsorsium kepada publik.
Langkah Kedua: Menggunakan Kepandaian. Krisna, dengan bantuan Guru Veda, menyajikan temuan-temuan dari tablet digital Dharma kepada Dewan Etika Akademi. Lebih dari itu, dia menyajikan sebuah solusi win-win. Dia membuktikan secara ilmiah bahwa air dari lahan sengketa tersebut, jika diolah dengan teknologi terbarunya (yang ia kembangkan di Jilid 4), dapat menyediakan air bersih yang melimpah bagi seluruh Nagar Vidya, termasuk daerah miskin, tanpa perlu menjual tanah.
Dengan bukti ilmiah dan solusi yang tak terbantahkan, argumen Dharma bahwa "teknologi berbahaya" runtuh. Rencana penjualan lahan sengketa pun terhenti.
Epilog
Pemilihan Ketua Senat dibatalkan. Saras dan Dharma, meskipun dipermalukan, menyadari bahwa mereka telah digunakan. Saras menjadi penasihat teknologi, membantu mengawasi kontrak-kontrak luar, sementara Dharma kembali fokus pada penelitian purba dengan semangat yang lebih murni, tanpa ambisi politik.
Krisna menolak tawaran untuk menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa. Dia memilih untuk tetap menjadi mahasiswa, namun kini perannya di Nagar Vidya telah berubah. Ia menjadi Penasihat Bayangan yang tidak resmi.
Intrik politik telah bersih, setidaknya untuk saat ini. Nagar Vidya kembali ke jalurnya. Krisna melihat ke langit malam dari jendela kamarnya. Dia tahu, intrik politik yang ia hadapi di Akademi hanyalah sebuah miniatur. Jaringan Bayangan yang lebih besar, yang menginginkan kekuasaan dan sumber daya, masih ada di luar sana, dan ia telah menarik perhatian mereka.
Disclaimer :
(Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar