Setelah menyelesaikan masa orientasi yang penuh tantangan, Krisna kini resmi bertugas di Bagian Pelayanan Publik di sebuah kementerian. Ia ditempatkan di seksi yang mengurus perizinan masyarakat, sebuah lini depan yang selalu ramai dan menuntut kesabaran ekstra.
Bab I: Menghadapi 'Algoritma' Baru
Hari-hari pertama terasa berat. Tidak seperti yang ia bayangkan di bangku kuliah, pelayanan publik di lapangan tidak selalu berjalan mulus seperti algoritma di atas kertas. Krisna sering berhadapan dengan "Variabel Emosi" - masyarakat yang datang dengan beragam tingkat pemahaman, harapan, dan bahkan rasa frustrasi.
Suatu pagi, seorang Ibu paruh baya datang dengan wajah cemas. Ia mengajukan izin usaha kecil, namun dokumennya kurang satu item penting: Surat Keterangan Domisili terbaru.
Ibu: "Nak, ini sudah saya bawa semua. Kenapa masih kurang? Saya harus segera buka warung, sudah lama tertunda."
Krisna: (Mencoba tenang) "Mohon maaf, Bu. Berdasarkan Prosedur Standar Pelayanan (PSP) yang berlaku, kami memerlukan Surat Keterangan Domisili yang dikeluarkan maksimal 3 bulan terakhir. Yang Ibu bawa ini sudah setahun, Bu. Tujuannya agar data administrasi usaha Ibu benar-benar sesuai dengan lokasi saat ini."
Ibu itu mulai meninggikan suara. "Ah, kalian ini mempersulit! Dulu tidak begini! Saya ini orang kecil!" Beberapa antrean mulai menoleh.
Krisna menarik napas. Inilah momen ujian Algoritma Pelayanan Publik yang sesungguhnya. Ia tidak boleh terpancing emosi, namun juga harus teguh pada aturan.
Krisna: "Ibu, mohon maaf, bukan maksud kami mempersulit. Justru ini untuk melindungi Ibu. Jika data lokasi tidak akurat, nanti saat pengurusan pajak atau bantuan modal dari pemerintah, Ibu bisa terkendala. Saya bantu catatkan, ya. Langkah yang harus Ibu lakukan adalah: (1) Ke kantor kelurahan untuk mengurus surat domisili terbaru. Setelah itu, (2) Kembali ke sini dengan surat tersebut. Proses verifikasi akan kami percepat begitu dokumen lengkap."
Krisna tidak hanya memberikan penolakan, ia memberikan solusi terstruktur (langkah 1 dan 2) yang merupakan inti dari mindset seorang Abdi Negara yang baik: Melayani dengan Aturan, Bukan Mengabdi pada Aturan Semata.
Bab II: Logika di Balik Prosedur
Setelah jam layanan berakhir, Krisna menemui mentornya, Bu Laras, seorang pegawai senior yang terkenal tegas namun sangat berdedikasi.
Krisna: "Bu, saya merasa bersalah tadi. Masyarakat melihat kita seperti robot yang hanya mengikuti prosedur tanpa empati."
Bu Laras: (Tersenyum) "Itu tantangan kita, Nak. Tugas kita adalah mengajarkan masyarakat memahami Logika di Balik Prosedur. Algoritma Pelayanan itu bukan diciptakan untuk menyusahkan, tapi untuk menjamin keadilan, kepastian hukum, dan akuntabilitas. Bayangkan jika kita mengizinkan semua berkas tidak lengkap, maka:
Ketidakadilan: Orang yang lengkap akan merasa dirugikan.
Ketidakpastian: Data kita jadi kacau, besok lusa Ibu itu akan kesulitan sendiri.
Potensi Korupsi: Tanpa prosedur ketat, celah 'negosiasi' bisa terbuka.
"Dedikasi kita bukan hanya melayani, tapi juga mengedukasi bahwa tertib administrasi itu penting. Saat kita tegas pada aturan, kita sedang melindungi sistem dan juga masyarakat itu sendiri dari masalah di masa depan. Selalu ingat, Senyum itu Empati, Prosedur itu Integritas."
Kata-kata Bu Laras menancap kuat. Krisna menyadari, karir Abdi Negara adalah tentang menyeimbangkan antara Hati (Empati) dan Kepala (Logika dan Aturan). Ia bertekad, mulai besok, ia akan lebih sabar dalam menjelaskan mengapa suatu aturan itu harus diikuti, bukan sekadar mengatakan harus diikuti. Ia siap menjadi jembatan antara aturan negara dengan kebutuhan rakyat.
Pesan Edukatif:
Abdi Negara yang Baik: Harus memiliki keseimbangan antara empati (memberikan solusi dan bersikap ramah) dan integritas (tegas dalam menegakkan aturan/prosedur).
Algoritma Pelayanan Publik: Adalah pedoman yang menjamin kepastian hukum, keadilan, dan akuntabilitas, bukan alat untuk mempersulit.
Masyarakat Perlu Tahu: Pentingnya kepatuhan pada prosedur administrasi untuk kelancaran urusan mereka sendiri di masa depan.
(Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar