Welcome

<< Mulai dengan cerita yang menarik>> << SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA >>

Kamis, 03 April 2025

Ekspedisi Ramadan Kang Ijal: Jejak Keberkahan di Bumi Andalas, memasuki Sesi 9: Senandung Sahur di Nagari Singgalang.

 Mentari pagi belum sepenuhnya merekah di ufuk timur Lembah Anai. Kabut tipis masih menari-nari di antara pepohonan rindang, menciptakan suasana syahdu dan damai. Kang Ijal, setelah bermalam di sebuah surau sederhana di kaki air terjun Lembah Anai, sudah terbangun sejak dini hari. Suara kokok ayam dan lantunan ayat suci Al-Qur'an dari masjid terdekat menjadi alarm alaminya.

Selesai menunaikan salat Subuh dan menikmati hidangan sahur sederhana yang disiapkan oleh pengurus surau, Kang Ijal berpamitan. Tujuan selanjutnya adalah Nagari Singgalang, sebuah kawasan yang terkenal dengan keindahan alamnya dan masyarakatnya yang ramah. Informasi dari warga sekitar menyebutkan bahwa di sana terdapat sebuah komunitas yang memiliki tradisi unik dalam membangunkan warga untuk sahur.

Perjalanan menuju Nagari Singgalang ditempuh dengan menyewa sebuah ojek motor. Jalanan yang berkelok-kelok dan naik turun khas pegunungan Andalas menjadi tantangan tersendiri, namun pemandangan yang disuguhkan sungguh memanjakan mata. Hamparan sawah hijau, lembah yang menghijau, dan sesekali terlihat puncak gunung yang gagah menjulang.

Setibanya di Nagari Singgalang, Kang Ijal langsung merasakan kehangatan sambutan dari warga. Seorang tokoh masyarakat setempat, Bapak Malin, menyambutnya dengan senyum lebar dan mempersilakannya untuk beristirahat di rumah gadang miliknya.

Setelah menikmati secangkir kopi panas dan berbincang santai, Kang Ijal menyampaikan maksud kedatangannya. Bapak Malin dengan antusias menceritakan tentang tradisi "Saluang Sahur" yang menjadi kebanggaan nagari mereka.

"Setiap malam selama bulan Ramadan, beberapa pemuda kami berkeliling kampung memainkan saluang, alat musik tradisional Minangkabau. Iramanya yang khas dan merdu menjadi penanda waktu imsak dan membangunkan warga untuk bersahur," jelas Bapak Malin.

Kang Ijal sangat tertarik dengan tradisi ini. Baginya, ini bukan hanya sekadar cara membangunkan sahur, tetapi juga sebuah upaya melestarikan budaya dan mempererat tali silaturahmi antar warga.

Malam harinya, Kang Ijal berkesempatan untuk ikut serta dalam kegiatan "Saluang Sahur". Bersama beberapa pemuda nagari, ia berjalan kaki menyusuri jalanan kampung yang sepi. Suara saluang yang mendayu-dayu memecah keheningan malam, menciptakan suasana yang magis dan penuh berkah.

Kang Ijal mengamati bagaimana warga satu per satu mulai terbangun dan menyalakan lampu rumah mereka. Beberapa di antaranya bahkan keluar rumah untuk sekadar menyapa dan memberikan senyuman kepada rombongan "Saluang Sahur".

Di tengah perjalanan, mereka berhenti di depan sebuah rumah yang tampak sepi. Salah seorang pemuda dengan ramah mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Tak lama kemudian, seorang ibu paruh baya membuka pintu dengan wajah terkejut namun senang.

"Alhamdulillah, terima kasih sudah diingatkan untuk sahur, Nak," ucap ibu tersebut dengan haru.

Kang Ijal tersentuh melihat momen ini. Ia menyadari betapa sederhana namun bermakna tradisi "Saluang Sahur" ini bagi masyarakat Nagari Singgalang. Bukan hanya sekadar membangunkan untuk makan, tetapi juga menumbuhkan rasa kebersamaan dan kepedulian antar sesama.

Setelah berkeliling kampung dan menunaikan salat Subuh berjamaah di masjid nagari, Kang Ijal kembali ke rumah gadang Bapak Malin. Ia merasa sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari tradisi yang indah ini.

"Tradisi 'Saluang Sahur' ini benar-benar luar biasa, Pak Malin. Ini adalah wujud nyata dari jejak keberkahan Ramadan yang menyentuh hati," ujar Kang Ijal dengan mata berbinar.

Bapak Malin tersenyum bangga. "Kami berharap tradisi ini akan terus lestari dan menjadi pengingat bagi generasi muda tentang pentingnya menjaga warisan budaya dan mempererat silaturahmi."

Kang Ijal mengangguk setuju. Pengalamannya di Nagari Singgalang dengan tradisi "Saluang Sahur" telah menambah catatan indah dalam ekspedisi Ramadannya. Ia semakin yakin bahwa di setiap sudut Bumi Andalas ini tersimpan kearifan lokal dan jejak keberkahan yang patut untuk disyukuri dan dilestarikan.



Disclaimer :

(Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.)


Tidak ada komentar: