Pagi yang Hangat di Gerbang Sekolah
Seperti biasa, mentari pagi menyapa Bandar Lampung dengan sinarnya yang lembut. Di gerbang sebuah Sekolah Menengah Atas yang ramai, berdiri seorang pria paruh baya dengan senyum lebar dan kumis tebal yang menjadi ciri khasnya. Dialah Kang Ijal, bukan guru, bukan pula staf administrasi biasa. Ia adalah sosok yang selalu hadir di gerbang sekolah, menyambut kedatangan setiap murid dengan sapaan hangat dan semangat yang menular.
"Selamat pagi, Nak! Semangat belajarnya hari ini!" seru Kang Ijal kepada seorang siswi yang baru saja tiba dengan sepeda.
Siswi itu, bernama Risa, membalas senyum Kang Ijal. "Selamat pagi, Kang! Siap!"
Kang Ijal mengangguk puas. Pemandangan ini adalah rutinitasnya setiap pagi. Namun, di balik senyum dan sapaannya, tersimpan banyak cerita dan kenangan tentang murid-murid yang pernah dan akan melintas di gerbang ini.
Kilasan Masa Lalu: Surat dari Alumni
Tiba-tiba, ingatan Kang Ijal melayang ke beberapa tahun yang lalu. Ia sedang duduk di ruang guru, membantu merapikan buku-buku. Saat itu, seorang guru memberikan sebuah surat kepadanya. Surat itu dari seorang alumni bernama Arya, murid yang dulu dikenal pendiam dan kurang percaya diri.
Isi surat itu kurang lebih begini:
Kang Ijal yang terhormat,
Saya harap Kang Ijal dalam keadaan sehat selalu. Saya Arya, alumni angkatan 2018. Mungkin Kang Ijal tidak terlalu ingat dengan saya, murid yang dulu sering menyendiri di perpustakaan.
Saya menulis surat ini untuk mengucapkan terima kasih. Saya ingat betul, setiap pagi Kang Ijal selalu menyapa saya dengan semangat, "Selamat pagi, Arya! Sudah baca buku apa hari ini?" Sapaan sederhana itu, entah mengapa, selalu membuat hari saya terasa lebih baik. Dulu, saya merasa seperti tidak terlihat di sekolah ini. Tapi sapaan Kang Ijal membuat saya merasa dihargai.
Sekarang, saya sedang menempuh pendidikan di jurusan Sastra di sebuah universitas ternama. Saya yakin, salah satu pemicu kecintaan saya pada dunia literasi adalah kehangatan Kang Ijal setiap pagi.
Terima kasih sekali lagi, Kang Ijal. Semoga Kang Ijal selalu menjadi penyemangat bagi murid-murid di sekolah.
Hormat saya,
Arya.
Membaca surat itu, mata Kang Ijal berkaca-kaca. Ia memang tidak pernah menyangka sapaan sederhananya bisa berdampak begitu besar bagi seorang murid.
Kembali ke Masa Kini: Senyum untuk Murid Baru
Lamunannya buyar ketika seorang siswa baru terlihat ragu-ragu di gerbang. Ia tampak bingung mencari arah. Kang Ijal segera menghampirinya.
"Selamat pagi, Nak. Ada yang bisa Kang Ijal bantu?" tanyanya ramah.
Siswa itu, bernama Kevin, sedikit terkejut namun kemudian menjawab, "Selamat pagi, Kang. Saya murid baru, kelas X. Saya tidak tahu di mana ruang kepala sekolah."
"Oh, mari ikut Kang Ijal. Ruang kepala sekolah ada di sebelah sana," kata Kang Ijal sambil menunjuk ke arah gedung utama. Ia kemudian mengantar Kevin sampai ke depan ruang kepala sekolah, memberikan semangat agar Kevin tidak merasa canggung di hari pertamanya.
Kilasan Masa Depan: Pertemuan Tak Terduga
Beberapa tahun kemudian, di sebuah acara reuni sekolah, Kang Ijal yang sudah semakin berumur, duduk di salah satu sudut ruangan. Tiba-tiba, seorang pria muda menghampirinya dan menyapanya dengan hangat.
"Kang Ijal, apa kabar?"
Kang Ijal mencoba mengingat wajah pria itu. "Maaf, Nak. Kang Ijal agak lupa..."
Pria itu tersenyum. "Saya Kevin, Kang. Dulu Kang Ijal antar saya ke ruang kepala sekolah di hari pertama saya masuk SMA."
Kang Ijal terkejut sekaligus senang. "Ya ampun, Kevin! Kamu sudah besar sekali sekarang. Apa kabarmu?"
"Kabar baik, Kang. Sekarang saya bekerja sebagai seorang arsitek. Saya selalu ingat kebaikan Kang Ijal di hari pertama saya. Sapaan dan bantuan Kang Ijal membuat saya merasa diterima di sekolah ini."
Kevin kemudian bercerita tentang kesuksesannya dan bagaimana ia selalu mengingat momen pertama kali bertemu Kang Ijal. Pertemuan itu menjadi pengingat bagi Kang Ijal bahwa setiap interaksi kecil bisa memberikan dampak yang besar dalam kehidupan seseorang.
Kembali ke Masa Kini: Semangat yang Tak Pernah Pudar
Pagi semakin ramai. Murid-murid terus berdatangan. Kang Ijal tak pernah lelah menyapa mereka satu per satu. Ada yang ia kenal namanya, ada yang hanya wajahnya. Namun, setiap sapaan darinya selalu tulus dan penuh semangat.
"Selamat pagi, Putri! Jangan lupa kerjakan PR ya!"
"Hai, Fajar! Sepedanya keren!"
"Pagi, semua! Semangat untuk ulangan hari ini!"
Terkadang, ada murid yang terlihat murung atau tidak bersemangat. Kang Ijal tidak segan untuk bertanya, "Kenapa lesu begitu, Nak? Ada masalah? Kalau butuh teman cerita, Kang Ijal siap mendengarkan."
Beberapa murid mungkin hanya tersenyum tipis atau menggelengkan kepala. Namun, mereka tahu bahwa ada sosok Kang Ijal di gerbang sekolah yang peduli dengan mereka.
Kilasan Masa Lalu: Teguran yang Membangun
Ingatan Kang Ijal kembali ke masa lalu, saat ia pernah menegur seorang siswa yang sering terlambat. Murid itu bernama Rio, seorang anak yang sebenarnya pintar namun kurang disiplin.
Saat itu, Kang Ijal tidak langsung memarahi Rio. Ia mengajak Rio duduk di bangku dekat gerbang dan berbicara dari hati ke hati.
"Rio, Kang Ijal tahu kamu anak pintar. Tapi kenapa kamu sering terlambat? Ada masalah di rumah atau di jalan?" tanya Kang Ijal dengan nada lembut.
Rio awalnya enggan bercerita, namun akhirnya ia mengaku bahwa ia sering begadang bermain game sehingga sulit bangun pagi.
Kang Ijal tidak menghakimi. Ia justru memberikan nasihat dengan bijak. "Bermain game itu boleh, Nak. Tapi jangan sampai mengganggu kewajibanmu sebagai seorang pelajar. Sekolah itu penting untuk masa depanmu. Coba kamu atur waktu dengan baik. Kang Ijal yakin kamu bisa."
Teguran Kang Ijal yang penuh perhatian itu ternyata menyentuh hati Rio. Perlahan, Rio mulai mengubah kebiasaannya. Ia menjadi lebih disiplin dan prestasinya di sekolah pun meningkat. Beberapa tahun kemudian, Kang Ijal mendengar kabar bahwa Rio berhasil masuk ke universitas impiannya.
Kembali ke Masa Kini: Harapan di Setiap Sapaan
Matahari semakin tinggi. Gerbang sekolah mulai sepi. Kang Ijal menghela napas sejenak, namun senyumnya tidak pernah pudar. Ia tahu, tugasnya hari ini belum selesai. Ia akan tetap berada di sana hingga semua murid pulang, memastikan mereka kembali ke rumah dengan selamat.
Setiap sapaan yang ia lontarkan, setiap senyum yang ia berikan, adalah bentuk perhatian dan harapan. Ia berharap, kelak murid-murid yang ia sapa setiap pagi akan menjadi orang-orang sukses dan berguna bagi bangsa dan negara.
Kang Ijal hanyalah seorang pria sederhana yang berdiri di gerbang sekolah. Namun, melalui sapaan hangatnya, ia telah menanamkan benih-benih semangat, kepedulian, dan harapan di hati setiap murid yang melintas. Dan cerita tentang Kang Ijal, si penyapa murid di gerbang sekolah, akan terus dikenang oleh generasi demi generasi. Karena terkadang, kebaikan sederhana bisa memberikan dampak yang luar biasa dalam kehidupan seseorang.
Disclaimer :
(Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar