Mentari pagi di Lembah Anai menyapa dengan kehangatan yang lembut. Setelah bermalam di sebuah surau sederhana di kaki bukit, Kang Ijal dan timnya sudah bersiap untuk melanjutkan perjalanan. Udara segar pegunungan bercampur aroma embun dan dedaunan memberikan energi baru. Tujuan mereka hari ini adalah sebuah nagari terpencil yang kabarnya menyimpan cerita unik tentang tradisi Ramadan.
"Bismillah," ucap Kang Ijal sambil mengencangkan tas ranselnya. "Semoga hari ini kita kembali menemukan jejak keberkahan dan mempererat tali silaturahmi."
Perjalanan menuju nagari tersebut tidaklah mudah. Mereka harus melewati jalan setapak yang berkelok-kelok, menyeberangi sungai kecil dengan air yang jernih, dan mendaki beberapa tanjakan yang cukup curam. Namun, pemandangan alam Lembah Anai yang memukau dengan air terjun yang menari-nari di kejauhan, tebing-tebing hijau yang menjulang tinggi, dan pepohonan rindang yang meneduhkan, membuat lelah mereka seolah terbayar lunas.
Sesampainya di nagari yang dituju, Kang Ijal disambut dengan senyum ramah oleh beberapa tetua adat dan warga setempat. Mereka tampak antusias dengan kedatangan tim Ekspedisi Ramadan ini. Setelah beristirahat sejenak dan menikmati hidangan sederhana yang disuguhkan, Kang Ijal mulai berinteraksi dengan warga.
"Kami mendengar di nagari ini ada tradisi unik saat Ramadan," kata Kang Ijal membuka percakapan dengan seorang kakek yang duduk di bale-bale depan rumahnya.
Sang kakek tersenyum bijak. "Benar, Nak Ijal. Di sini, kami punya tradisi 'Malapeh Juadah' setiap menjelang berbuka puasa."
Kang Ijal dan timnya tampak tertarik. "Malapeh Juadah? Apa itu, Kek?"
"Malapeh Juadah itu artinya 'melepas hidangan'," jelas sang kakek. "Setiap sore menjelang azan Magrib, seluruh warga akan membawa makanan atau minuman lebih dari rumah masing-masing. Kemudian, semua hidangan itu dikumpulkan di masjid atau surau. Siapa saja boleh mengambil hidangan tersebut untuk berbuka puasa, tanpa memandang status atau dari mana asalnya."
Kang Ijal terkesima mendengar cerita tersebut. Tradisi Malapeh Juadah ini benar-benar mencerminkan semangat berbagi dan kebersamaan yang sangat kuat di bulan Ramadan. Ia melihat bagaimana tradisi ini tidak hanya memudahkan warga yang mungkin tidak memiliki cukup makanan untuk berbuka, tetapi juga menjadi ajang silaturahmi yang indah.
Sore itu, Kang Ijal dan timnya ikut menyaksikan langsung tradisi Malapeh Juadah. Mereka melihat bagaimana warga dengan sukarela membawa berbagai macam hidangan, mulai dari nasi dan lauk pauk sederhana, hingga kue-kue tradisional dan minuman segar. Suasana di sekitar masjid terasa hangat dan penuh kekeluargaan.
Kang Ijal bahkan ikut menyumbangkan beberapa bingkisan berisi kurma dan makanan ringan untuk menambah keberkahan tradisi tersebut. Ia berbincang dengan beberapa warga yang mengambil hidangan untuk berbuka, mendengarkan cerita mereka, dan merasakan kebahagiaan yang terpancar dari wajah mereka.
Saat azan Magrib berkumandang, seluruh warga bersama-sama menikmati hidangan Malapeh Juadah. Kang Ijal merasakan kehangatan silaturahmi yang begitu erat terjalin di antara mereka. Tradisi ini benar-benar menjadi jejak keberkahan Ramadan yang sangat berharga di Lembah Anai.
"Sungguh luar biasa tradisi ini, Kek," kata Kang Ijal kepada kakek yang sebelumnya bercerita. "Semoga tradisi Malapeh Juadah ini terus lestari dan menjadi inspirasi bagi kita semua untuk selalu berbagi dan mempererat tali persaudaraan."
Sang kakek mengangguk setuju. "Semoga begitu, Nak Ijal. Karena di bulan Ramadan yang penuh berkah ini, berbagi dan bersilaturahmi adalah kunci kebahagiaan yang sesungguhnya."
Malam harinya, setelah melaksanakan salat Tarawih berjamaah bersama warga, Kang Ijal dan timnya berpamitan. Mereka membawa pulang cerita yang sangat berkesan tentang tradisi Malapeh Juadah di nagari terpencil Lembah Anai. Sebuah tradisi sederhana yang mengajarkan tentang indahnya berbagi dan kuatnya ikatan persaudaraan di bulan Ramadan.
Perjalanan Ekspedisi Ramadan Kang Ijal masih akan berlanjut. Jejak keberkahan dan keindahan silaturahmi di Bumi Andalas masih banyak yang perlu mereka temukan. Ke mana lagi Kang Ijal dan timnya akan melanjutkan perjalanan? Nantikan kelanjutannya di sesi berikutnya!
[BERSAMBUNG KE SESI 9]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar